Kamis, 19 Maret 2015

ANALISIS PEREKONOMIAN INDONESIA

Diposting oleh Unknown di 15:27 0 komentar

PEMBAHASAN 

1) Analisis kemiskinan dengan menggunakan indek serta pendekatan distribusi pendapatan.

Kemiskinanan merupakan masalah yang hampir setiap negara di dunia mengalaminya. Kemiskinan pun menjadi suatu masalah yang sulit diatasi oleh negara-negara berkembang. BAPPENAS (1993) mendefisnisikan kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Levitan (1980) mengemukakan kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak.
Kemiskinan memiliki beberapa pemahaman utama, yaitu:
  • Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
  • Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
  • Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
      Distribusi pendapatan adalah yang lebih luas dibandingkan kemiskinan karena cakupannya tidak hanya menganalisa populasi yang berada dibawah garis kemiskinan. Kebanyakan dari ukuran dan indikator yang mengukur tingkat distribusi pendapatan tidak tergantung pada rata-rata distribusi, dan karenanya membuat ukuran distribusi pendapatan dipertimbangkan lemah dalam menggambarkan tingkat kesejahteraan.
Ada dua indikator yang dapat digunakan untuk mengukur distribusi pendapatan suatu negara yaitu :
1)      Koefisien Gini (Gini Ratio)
Koefisien gini adalah analisis yang digunakan untuk mengukur distribusi pendapatan masyarakat pada suatu daerah atau negara pada suatu periode. Atau juga bisa diartikan sebagai rasio (perbandingan) antara luas bidang yang diarsir dengan luas segitiga OPE. Koefisien Gini biasanya diperlihatkan oleh kurva yang disebut Kurva Lorenz.

2)      Kriteria Bank Dunia
Selain koefisien gini, dalam menilai pendapatan nasional dapat menggunakan kriteria yang ditetapkan oleh Bank Dunia. Bank Dunia mengukur ketimpangan distribusi pendapatan suatu negara dengan melihat besarnya kontribusi 40% penduduk termiskin terhadap pendapatan atau pengeluaran nasional.
Berikut adalah table Indeks Gini Tahun 2005 – 2013.

 
      Jadi, analisa tabel diatas dapat di simpulkan bahwa di Indonesia rata-rata mengalami kenaikan pada indeks gini dari tahun 2005-2013 yang artinya pendistribusian pendapatan di Indonesia memburuk mulai dari 2005 -2013 atau tidak merata ke semua wilayah di Indonesia sehingga mengakibatkan ke timpangan pendapatan di setiap daerah.
      Contohnya seperti kota jakarta pada tahun 2005 kota jakarta mempunyai indeks gini sebesar 0,269, lalu pada tahun 2010 indeks gini  sebesar 0,360 dan tahun 2013 naik sebesar 0,433. Dapat kita lihat bahwa kota jakarta mempunyai indeks gini yang tiap tahunnya bertambah naik dan kenyataanyapun banyak daerah-daerah di jakarta yang tumbuh dengan pesat di pusat kota dan ada juga daerah-daerah di jakarta yang menjadi slum area di pinggiran ibu kota. Sehinga ketimpangan sosial maupun ekonomi di kota jakarta itu sendiri semakin jelas terlihat.

2)    Analisis distribusi fungsional.
Teori distribusi pendapatan fungsional ini pada dasarnya mempersoalkan persentase pendapatan tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai unit-unit usaha atau faktor produksi yang terpisah secara individual, dan membandingkannya dengan persentase pendapatan total yang dibagikan dalam bentuk sewa, bunga, dan laba (masing-masing merupakan perolehan dari tanah, modal uang, dan modal fisik).
Berikut adalah kurva distribusi pendapatan fungsional. 

 
      Jadi, analisis dari Kurva diatas yaitu kurva permintaan dan penawaran sebagai sesuatu yang menentukan harga per satuan (unit) dari masing-masing faktor produksi.  Apabila harga-harga unit faktor produksi tersebut dikalikan dengan kuantitas faktor produksi yang digunakan bersumber dari asumsi utilitas (pendayagunaan) faktor produksi secara efisien (sehingga biayanya berada pada taraf minimum), maka kita bisa menghitung total pembayaran atau pendapatan yang diterima oleh setiap faktor produksi tersebut.  Sebagai contoh, penawaran dan permintaan terhadap tenaga kerja dianggap akan menentukan tingkat upah. Kemudian, jika upah ini dikalikan dengan seluruh tenaga kerja yang tersedia di pasar, maka akan didapat jumlah keseluruhan pembayaran upah, yang terkadang disebut dengan total pengeluaran upah (total wage bill).

3)    Analisis kebijakan distribusi pendapatan.
Distribusi pendapatan adalah suatu keadaan yang mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil suatu negara di kalangan penduduknya. Para ekonom pada umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan. Keduanya digunakan untuk tujuan analisis dan kuantitatif tentang keadilan distribusi pendapatan. Kedua ukuran tersebut adalah distribusi pendapatan ukuran dan fungsional. Distribusi fungsional sudah dibahas pada no 2. Distribusi pendapatan ukuran adalah besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing masing orang. Ukuran ini menghitung jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap individu tanpa melihat sumbernya.
      Ada tiga alat ukur tingkat ketimpungan pendapatan dengan bantuan distribusi ukuran, yakni Rasio Kuznets, Kurva Lorenz, dan Koefisien Gini.
a.       Rasio Kuznets
Rasio ini sering dipakai sebagai ukuran tingkat ketimpangan antara dua kelompok ekstrem (sangat miskin dan sangat kaya) di suatu negara
b.      Kurva Lorenz
Kurva Lorenz menunjukkan hubungan kuantitatif aktual antara presentase penerimaan pendapatan dengan presentase pendapatan total yang benar benar mereka terima.

 Ket. Kurva:
• Sumbu Horizontal menunjukkan jumlah penerima
  pendapatan dalam presentase kumulatif
• Sumbu Vertikal menunjukkan pangsa pendapatan
  yang diterima oleh masing masing presentase
  jumlah penduduk
• Semakin jauh Kurva Lorenz dari garis diagonal
  (garis kemerataan), maka semakin tinggi pula
  Derajat ketidak merataan yang ditunjukkan.
  Begitu juga sebaliknya.

c.       Koefisien Gini
      Koefisien Gini adalah suatu ukuran singkat mengenai ketidakmerataan distribusi pendapatan dalam suatu negara. Gini diperoleh dari menghitung luas daerah antara garis diagonal (kemerataan sempurna) dengan kurva Lorenz dibanding dengan luas total dari separuh bujur sangkar dimana kurva lorenz itu berada.

                                   
G1   = Perkiraan nilai G
Xk               = Kumulatif proporsi populasi
Yk* = Kumulatif proporsi income / pendapatan
*Yk diurutkan dari kecil ke besar

Tabel Distribusi Ukuran Pendapatan Perorangan di Satu Negara Berdasarkan Pangsa Pendapatan – Kuintil dan Desil 

Individu
Pendapatan/orang
(unit uang)
Pangsa (%)
Kuintil
Pangsa (%)
Desil
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
0,8
1,0
1,4
1,8
1,9
2,0
2,4
2,7
2,8
3,0
3,4
3,8
4,2
4,8
5,9
7,1
10,5
12,0
13,5
15,0



5



9



13



22



51

1,8

3,2

3,9

5,1

5,8

7,2

9,0

13,0

22,5

28,5
Total (pendapatan nasional)    100
100
100
Catatan:  Ukuran ketimpangan = jumlah pendapatan dari 40 persen rumah tangga termiskin dibagi dengan jumlah pendapatan dari 20 persen rumah tangga terkaya = 14/51 = 0,28.

Dalam tabel tersebut, semua penduduk negara tersebut diwakili oleh 20 individu (atau lebih tepatnya rumah tangga). Kedua puluh rumah tangga tersebut kemudian diurutkan berdasarkan jumlah pendapatannya per tahun dari yang terendah (0,8 unit), hingga yang tertinggi (15 unit). Adapun pendapatan total atau pendapatan nasional yang merupakan penjumlahan dari pendapatan semua individu adalah 100 unit, seperti tampak pada kolom 2 dalam tabel tersebut. Dalam kolom 3, segenap rumah tangga digolong-golongkan menjadi 5 kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 individu atau rumah tangga. Kuintil pertama menunjukkan 20 persen populasi terbawah pada skala pendapatan. Kelompok ini hanya menerima 5 persen (dalam hal ini adalah 5 unit uang) dari pendapatan nasional total. Kelompok kedua (individu 5-8) menerima 9 persen dari pendapatan total. Dengan kata lain, 40 persen populasi terendah (kuintil 1 dan 2) hanya menerima 14 persen dari pendapatan total, sedangkan 20 persen teratas (kuintil ke lima) dari populasi menerima 51 persen dari pendapatan total.

4)    Analisis fakta kemiskinan menggunakan data dan telaah kebijakan.
Berikut ini adalah data/ grafik stastistik kemiskinan di Indonesia dari tahun 1996 - 2013


Jadi, grafik di atas menunjukan bahawa Negara Indonesia mengalami penurunan angka kemiskinan yang signifikan tiap tahun nya. walaupun, pada tahun 1998 indonesia mengalami lonjakan angka kemiskinan yang tinggi yaitu mencapai 24,23 %. Lalu setelah tahun 1998, Indonesia baru mengalami penurunan sedikit demi sedikit dan sempat naik di angka 17,75 pada tahun 2006. Namun kenaikan tersebut dan menurun dari tahun 2007 sampai 2013 yang berakhir pada posisi 11,37 %. Penurunan ini disebabkan karena perekonomian Indonesia yang mulai membaik setelah zaman reformasi. Lalu semakin canggihnya teknologi dan kemajuan kualiatas SDA juga menyebabkan kemiskinan di Indonesia menurun.

2)    Analisis pembagian daerah, otonomi, serta hubungan antara keduanya.
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sudah diselenggarakan lebih dari satu  dasawarsa. Otonomi daerah untuk pertama kalinya mulai diberlakukan di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang hingga saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tersebut telah mengakibatkan perubahan dalam sistem pemerintahan di Indonesia yang kemudian juga membawa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat di berbagai bidang.
      Secara konseptual, pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dilandasi oleh tiga tujuan utama yaitu :
1)      Tujuan politik
Tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi daerah diantaranya adalah upaya untuk mewujudkan demokratisasi politik melalui partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
2)      Tujuan administratif
Tujuan administratif yang ingin dicapai melalui pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan daerah, termasuk sumber kuangan, serta pembaharuan manajemen birokrasi pemerintahan di daerah.
3)      Tujuan ekonomi.
Tujuan ekonomi yang ingin dicapai dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah terwujudnya peningkatan Indeks pembangunan manusia sebagai indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
      Dalam konsep otonomi daerah, pemerintah dan masyarakat di suatu daerah memiliki peranan yang penting dalam peningkatan kualitas pembangunan di daerahnya masing-masing. Faktor-faktor penting untuk mewujudkan tujuan pelaksanaan otonomi daerah yang perlu diperhatikan, antara lain :
  • Faktor manusia yang meliputi kepala daerah beserta jajaran dan pegawai, seluruh anggota lembaga legislatif dan partisipasi masyarakatnya.
  • Faktor keuangan daerah, baik itu dana perimbangan dan pendapatan asli daerah, yang akan mendukung pelaksanaan pogram dan kegiatan pembangunan daerah.
  • Faktor manajemen organisasi atau birokrasi yang ditata secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan pengembangan daerah.
      Jadi, hubungan otonomi dan pembagian daerah adalah suatu daerah dapat mempunyai batasan wilayah sendiri dan otonomilah yang berfungsi sebagai landasan untuk bisa mengatur daerahnya sendiri atau mengelola daerahnya berserta sumber dayanya sendiri dan mandiri. Sehinga daerah tersebut dapat menghasikan pendapatannya sendiri.

6)    Analisis perbedaan otonomi pada tingkat provinsi dan kabupaten.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
* Pemerintahan Daerah Provinsi terdiri atas Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD Provinsi.
* Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kotaterdiri atas Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan DPRDKabupaten/Kota
      Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.
      Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah. Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
      Sekretariat daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD mempunyai tugas:
a)      Menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD
b)      Menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD
c)      Mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD
d)     Menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
      Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Kepala dinas daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah. Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah. Kepala badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah tersebut bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.
      Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota.

7)    Analisis prinsip-prinsip pembiayaan pemerintah daerah.
Struktur pembiayaan daerah mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut.
1.      Pembiayaan dirinci menurut Kelompok, Jenis dan Obyek Pembiayaan.
2.      Kelompok Pembiayaan terdiri atas: Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah.
3.      Kelompok Pembiayaan dirinci lebih lanjut ke dalam Jenis Pembiayaan. Misalnya Kelompok Pembiayaan Penerimaan Daerah dirinci lebih lanjut ke dalam jenis pembiayaan antara lain berupa: sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, transfer dari dana cadangan, penerimaan pinjaman dan obligasi dan penjualan aset Daerah yang dipisahkan.
4.      Jenis Pembiayaan dirinci lebih lanjut ke dalam Obyek Pembiayaan. Misal Jenis Pembiayaan: penerimaan pinjaman dan obligasi dirinci lebih lanjut dalam obyek pembiayaan antara lain berupa: pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.

8)    Analisis sumber-sumber potensial pendapatan daerah.
Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu (UU.No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah), pendapatan daerah berasal dari penerimaan dari dana perimbangan pusat dan daerah, juga yang berasal daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli daerah serta lain-lain pendapatan yang sah.
      Perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah adalah sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. (UU.No 32 Tahun 2004).
      Pengeritan pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
      Menurut Nurcholis (2007:182), pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperopleh daerah dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-lain yang sah.
      Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendapatan asli daerah adalah semua penerimaan keuangan suatu daerah, dimana penerimaan keuangan itu bersumber dari potensi-potensi yang ada di daerah tersebut misalnya pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain, serta penerimaan keuangan tersebut diatur oleh peraturan daerah.
Adapun sumber-sumber pendapatan asli  menurut Undang-Undang RI No.32 Tahun 2004 yaitu :
1)      Pendapatan asli daerah (PAD) yang terdiri dari :
a)      Hasil pajak daerah yaitu Pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik. Pajak daerah sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang hasilnya digunakan untuk pengeluaran umum yang balas jasanya tidak langsung diberikan sedang pelaksanannya bisa dapat dipaksakan.
b)      Hasil retribusi daerah yaitu pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah bersangkutan. Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat yaitu pelaksanaannya bersifat ekonomis, ada imbalan langsung walau harus memenuhi persyaratan-persyaratan formil dan materiil, tetapi ada alternatif untuk mau tidak membayar, merupakan pungutan yang sifatnya budgetetairnya tidak menonjol, dalam hal-hal tertentu retribusi daerah adalah pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat.
c)      Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan,sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan dareah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan kemamfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian daerah.
d)     Lain-lain pendapatan daerah yang sah ialah pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusli daerah, pendapatan dinas-dinas. Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat yang pembuka bagi pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi dalam kegitan tersebut bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan suatu kebijakan daerah disuatu bidang tertentu.
2)      Dana perimbangan diperoleh melalui bagian pendapatan daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan baik dari pedesaan, perkotaan, pertambangan sumber daya alam dan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.
1)      Lain-lain pendapatan daerah yang sah adalah pendapatan daerah dari sumber lain misalnya sumbangan pihak ketiga kepada daerah yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

 
1)    Analisis sumber pendapatan daerah yang berasal dari pinjaman.
Konsep dasar pinjaman daerah dalam PP 54/2005 dan PP 30/2011 pada prinsipnya diturunkan dari UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, untuk memberikan alternatif sumber pembiayaan bagi pemerintah daerah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, maka pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman. Namun demikian, mengingat pinjaman memiliki berbagai risiko seperti risiko kesinambungan fiskal, risiko tingkat bunga, risiko pembiayaan kembali, risiko kurs, dan risiko operasional, maka Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal nasional menetapkan batas-batas dan rambu-rambu pinjaman daerah.
      Selain itu, dalam UU 17/2003 tentang Keuangan Negara bab V mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, serta Pemerintah/Lembaga Asing disebutkan bahwa selain mengalokasikan Dana Perimbangan kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah. Dengan demikian, pinjaman daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Beberapa prinsip dasar dari pinjaman daerah di antaranya sebagai berikut:
1)      Pemerintah Daerah dapat melakukan Pinjaman Daerah.
2)      Pinjaman Daerah harus merupakan inisiatif Pemerintah Daerah dalam rangka melaksanakan kewenangan Pemerintah Daerah.
3)      Pinjaman daerah merupakan alternatif sumber pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan, dan/atau kekurangan kas.
4)      Pemerintah Daerah dilarang melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri.
5)      Pemerintah Daerah tidak dapat memberikan jaminan terhadap pinjaman pihak lain.
6)      Pinjaman Daerah dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara pemberi pinjaman dan Pemerintah Daerah sebagai penerima pinjaman yang dituangkan dalam perjanjian pinjaman.
7)      Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah tidak boleh dijadikan jaminan pinjaman daerah.
8)      Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.
9)      Seluruh penerimaan dan pengeluaran dalam rangka Pinjaman Daerah dicantumkan dalam APBD.

Persyaratan umum bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan pinjaman adalah sebagai berikut:
      Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. Penerimaan umum APBD tahun sebelumnya adalah seluruh penerimaan APBD tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang kegunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu.
      Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah. Nilai rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (Debt Service Coverage Ratio/DSCR) paling sedikit 2,5 (dua koma lima). DSCR dihitung dengan rumus sebagai berikut:    
DSCR = (PAD + (DBH - DBHDR) + DAU) – BW ≥ 2,5
Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain  
      Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah harus tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah.
      Khusus untuk Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib mendapatkan persetujuan dari DPRD.
Pinjaman Daerah bersumber dari:
1)      Pemerintah Pusat, berasal dari APBN termasuk dana investasi Pemerintah, penerusan Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penerusan Pinjaman Luar Negeri.
2)      Pemerintah Daerah lain.
3)      Lembaga Keuangan Bank, yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4)      Lembaga Keuangan Bukan Bank, yaitu lembaga pembiayaan yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masyarakat, berupa Obligasi Daerah yang diterbitkan melalui penawaran umum kepada masyarakat di pasar modal dalam negeri.


SUMBER :
  1. http://vithatweet.blogspot.com/2013/05/distribusi-pendapatan-nasional-dan.html
  2. http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2014/06/21/ketimpangan-distribusi-pendapatan-penduduk-dan-produktivitas-di-indonesia-659829.html
  3. http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2014/06/21/ketimpangan-distribusi-pendapatan-penduduk-dan-produktivitas-di-indonesia-659829.html
  4. http://dedysuarjaya.blogspot.com/2010/09/distribusi-pendapatan.html
  5. http://nugroho-sbm.blogspot.com/2012/11/penyebab-ketimpangan-distribusi.html
  6. http://otonomidaerah.com/pelaksanaan-otonomi-daerah/
  7. https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20100330061203AAH60ua
  8. http://wilytjeme.blogspot.com/2012/10/manajemen-pembiayaan-daerah.html
  9. http://sonnylazio.blogspot.com/2012/06/pengertian-dan-sumber-sumber-pendapatan.html
  10. http://sonnylazio.blogspot.com/2012/06/pengertian-dan-sumber-sumber-pendapatan.html

Kamis, 19 Maret 2015

ANALISIS PEREKONOMIAN INDONESIA

Diposting oleh Unknown di 15:27 0 komentar

PEMBAHASAN 

1) Analisis kemiskinan dengan menggunakan indek serta pendekatan distribusi pendapatan.

Kemiskinanan merupakan masalah yang hampir setiap negara di dunia mengalaminya. Kemiskinan pun menjadi suatu masalah yang sulit diatasi oleh negara-negara berkembang. BAPPENAS (1993) mendefisnisikan kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Levitan (1980) mengemukakan kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak.
Kemiskinan memiliki beberapa pemahaman utama, yaitu:
  • Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
  • Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
  • Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
      Distribusi pendapatan adalah yang lebih luas dibandingkan kemiskinan karena cakupannya tidak hanya menganalisa populasi yang berada dibawah garis kemiskinan. Kebanyakan dari ukuran dan indikator yang mengukur tingkat distribusi pendapatan tidak tergantung pada rata-rata distribusi, dan karenanya membuat ukuran distribusi pendapatan dipertimbangkan lemah dalam menggambarkan tingkat kesejahteraan.
Ada dua indikator yang dapat digunakan untuk mengukur distribusi pendapatan suatu negara yaitu :
1)      Koefisien Gini (Gini Ratio)
Koefisien gini adalah analisis yang digunakan untuk mengukur distribusi pendapatan masyarakat pada suatu daerah atau negara pada suatu periode. Atau juga bisa diartikan sebagai rasio (perbandingan) antara luas bidang yang diarsir dengan luas segitiga OPE. Koefisien Gini biasanya diperlihatkan oleh kurva yang disebut Kurva Lorenz.

2)      Kriteria Bank Dunia
Selain koefisien gini, dalam menilai pendapatan nasional dapat menggunakan kriteria yang ditetapkan oleh Bank Dunia. Bank Dunia mengukur ketimpangan distribusi pendapatan suatu negara dengan melihat besarnya kontribusi 40% penduduk termiskin terhadap pendapatan atau pengeluaran nasional.
Berikut adalah table Indeks Gini Tahun 2005 – 2013.

 
      Jadi, analisa tabel diatas dapat di simpulkan bahwa di Indonesia rata-rata mengalami kenaikan pada indeks gini dari tahun 2005-2013 yang artinya pendistribusian pendapatan di Indonesia memburuk mulai dari 2005 -2013 atau tidak merata ke semua wilayah di Indonesia sehingga mengakibatkan ke timpangan pendapatan di setiap daerah.
      Contohnya seperti kota jakarta pada tahun 2005 kota jakarta mempunyai indeks gini sebesar 0,269, lalu pada tahun 2010 indeks gini  sebesar 0,360 dan tahun 2013 naik sebesar 0,433. Dapat kita lihat bahwa kota jakarta mempunyai indeks gini yang tiap tahunnya bertambah naik dan kenyataanyapun banyak daerah-daerah di jakarta yang tumbuh dengan pesat di pusat kota dan ada juga daerah-daerah di jakarta yang menjadi slum area di pinggiran ibu kota. Sehinga ketimpangan sosial maupun ekonomi di kota jakarta itu sendiri semakin jelas terlihat.

2)    Analisis distribusi fungsional.
Teori distribusi pendapatan fungsional ini pada dasarnya mempersoalkan persentase pendapatan tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai unit-unit usaha atau faktor produksi yang terpisah secara individual, dan membandingkannya dengan persentase pendapatan total yang dibagikan dalam bentuk sewa, bunga, dan laba (masing-masing merupakan perolehan dari tanah, modal uang, dan modal fisik).
Berikut adalah kurva distribusi pendapatan fungsional. 

 
      Jadi, analisis dari Kurva diatas yaitu kurva permintaan dan penawaran sebagai sesuatu yang menentukan harga per satuan (unit) dari masing-masing faktor produksi.  Apabila harga-harga unit faktor produksi tersebut dikalikan dengan kuantitas faktor produksi yang digunakan bersumber dari asumsi utilitas (pendayagunaan) faktor produksi secara efisien (sehingga biayanya berada pada taraf minimum), maka kita bisa menghitung total pembayaran atau pendapatan yang diterima oleh setiap faktor produksi tersebut.  Sebagai contoh, penawaran dan permintaan terhadap tenaga kerja dianggap akan menentukan tingkat upah. Kemudian, jika upah ini dikalikan dengan seluruh tenaga kerja yang tersedia di pasar, maka akan didapat jumlah keseluruhan pembayaran upah, yang terkadang disebut dengan total pengeluaran upah (total wage bill).

3)    Analisis kebijakan distribusi pendapatan.
Distribusi pendapatan adalah suatu keadaan yang mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil suatu negara di kalangan penduduknya. Para ekonom pada umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan. Keduanya digunakan untuk tujuan analisis dan kuantitatif tentang keadilan distribusi pendapatan. Kedua ukuran tersebut adalah distribusi pendapatan ukuran dan fungsional. Distribusi fungsional sudah dibahas pada no 2. Distribusi pendapatan ukuran adalah besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing masing orang. Ukuran ini menghitung jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap individu tanpa melihat sumbernya.
      Ada tiga alat ukur tingkat ketimpungan pendapatan dengan bantuan distribusi ukuran, yakni Rasio Kuznets, Kurva Lorenz, dan Koefisien Gini.
a.       Rasio Kuznets
Rasio ini sering dipakai sebagai ukuran tingkat ketimpangan antara dua kelompok ekstrem (sangat miskin dan sangat kaya) di suatu negara
b.      Kurva Lorenz
Kurva Lorenz menunjukkan hubungan kuantitatif aktual antara presentase penerimaan pendapatan dengan presentase pendapatan total yang benar benar mereka terima.

 Ket. Kurva:
• Sumbu Horizontal menunjukkan jumlah penerima
  pendapatan dalam presentase kumulatif
• Sumbu Vertikal menunjukkan pangsa pendapatan
  yang diterima oleh masing masing presentase
  jumlah penduduk
• Semakin jauh Kurva Lorenz dari garis diagonal
  (garis kemerataan), maka semakin tinggi pula
  Derajat ketidak merataan yang ditunjukkan.
  Begitu juga sebaliknya.

c.       Koefisien Gini
      Koefisien Gini adalah suatu ukuran singkat mengenai ketidakmerataan distribusi pendapatan dalam suatu negara. Gini diperoleh dari menghitung luas daerah antara garis diagonal (kemerataan sempurna) dengan kurva Lorenz dibanding dengan luas total dari separuh bujur sangkar dimana kurva lorenz itu berada.

                                   
G1   = Perkiraan nilai G
Xk               = Kumulatif proporsi populasi
Yk* = Kumulatif proporsi income / pendapatan
*Yk diurutkan dari kecil ke besar

Tabel Distribusi Ukuran Pendapatan Perorangan di Satu Negara Berdasarkan Pangsa Pendapatan – Kuintil dan Desil 

Individu
Pendapatan/orang
(unit uang)
Pangsa (%)
Kuintil
Pangsa (%)
Desil
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
0,8
1,0
1,4
1,8
1,9
2,0
2,4
2,7
2,8
3,0
3,4
3,8
4,2
4,8
5,9
7,1
10,5
12,0
13,5
15,0



5



9



13



22



51

1,8

3,2

3,9

5,1

5,8

7,2

9,0

13,0

22,5

28,5
Total (pendapatan nasional)    100
100
100
Catatan:  Ukuran ketimpangan = jumlah pendapatan dari 40 persen rumah tangga termiskin dibagi dengan jumlah pendapatan dari 20 persen rumah tangga terkaya = 14/51 = 0,28.

Dalam tabel tersebut, semua penduduk negara tersebut diwakili oleh 20 individu (atau lebih tepatnya rumah tangga). Kedua puluh rumah tangga tersebut kemudian diurutkan berdasarkan jumlah pendapatannya per tahun dari yang terendah (0,8 unit), hingga yang tertinggi (15 unit). Adapun pendapatan total atau pendapatan nasional yang merupakan penjumlahan dari pendapatan semua individu adalah 100 unit, seperti tampak pada kolom 2 dalam tabel tersebut. Dalam kolom 3, segenap rumah tangga digolong-golongkan menjadi 5 kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 individu atau rumah tangga. Kuintil pertama menunjukkan 20 persen populasi terbawah pada skala pendapatan. Kelompok ini hanya menerima 5 persen (dalam hal ini adalah 5 unit uang) dari pendapatan nasional total. Kelompok kedua (individu 5-8) menerima 9 persen dari pendapatan total. Dengan kata lain, 40 persen populasi terendah (kuintil 1 dan 2) hanya menerima 14 persen dari pendapatan total, sedangkan 20 persen teratas (kuintil ke lima) dari populasi menerima 51 persen dari pendapatan total.

4)    Analisis fakta kemiskinan menggunakan data dan telaah kebijakan.
Berikut ini adalah data/ grafik stastistik kemiskinan di Indonesia dari tahun 1996 - 2013


Jadi, grafik di atas menunjukan bahawa Negara Indonesia mengalami penurunan angka kemiskinan yang signifikan tiap tahun nya. walaupun, pada tahun 1998 indonesia mengalami lonjakan angka kemiskinan yang tinggi yaitu mencapai 24,23 %. Lalu setelah tahun 1998, Indonesia baru mengalami penurunan sedikit demi sedikit dan sempat naik di angka 17,75 pada tahun 2006. Namun kenaikan tersebut dan menurun dari tahun 2007 sampai 2013 yang berakhir pada posisi 11,37 %. Penurunan ini disebabkan karena perekonomian Indonesia yang mulai membaik setelah zaman reformasi. Lalu semakin canggihnya teknologi dan kemajuan kualiatas SDA juga menyebabkan kemiskinan di Indonesia menurun.

2)    Analisis pembagian daerah, otonomi, serta hubungan antara keduanya.
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sudah diselenggarakan lebih dari satu  dasawarsa. Otonomi daerah untuk pertama kalinya mulai diberlakukan di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang hingga saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tersebut telah mengakibatkan perubahan dalam sistem pemerintahan di Indonesia yang kemudian juga membawa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat di berbagai bidang.
      Secara konseptual, pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dilandasi oleh tiga tujuan utama yaitu :
1)      Tujuan politik
Tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi daerah diantaranya adalah upaya untuk mewujudkan demokratisasi politik melalui partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
2)      Tujuan administratif
Tujuan administratif yang ingin dicapai melalui pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan daerah, termasuk sumber kuangan, serta pembaharuan manajemen birokrasi pemerintahan di daerah.
3)      Tujuan ekonomi.
Tujuan ekonomi yang ingin dicapai dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah terwujudnya peningkatan Indeks pembangunan manusia sebagai indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
      Dalam konsep otonomi daerah, pemerintah dan masyarakat di suatu daerah memiliki peranan yang penting dalam peningkatan kualitas pembangunan di daerahnya masing-masing. Faktor-faktor penting untuk mewujudkan tujuan pelaksanaan otonomi daerah yang perlu diperhatikan, antara lain :
  • Faktor manusia yang meliputi kepala daerah beserta jajaran dan pegawai, seluruh anggota lembaga legislatif dan partisipasi masyarakatnya.
  • Faktor keuangan daerah, baik itu dana perimbangan dan pendapatan asli daerah, yang akan mendukung pelaksanaan pogram dan kegiatan pembangunan daerah.
  • Faktor manajemen organisasi atau birokrasi yang ditata secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan pengembangan daerah.
      Jadi, hubungan otonomi dan pembagian daerah adalah suatu daerah dapat mempunyai batasan wilayah sendiri dan otonomilah yang berfungsi sebagai landasan untuk bisa mengatur daerahnya sendiri atau mengelola daerahnya berserta sumber dayanya sendiri dan mandiri. Sehinga daerah tersebut dapat menghasikan pendapatannya sendiri.

6)    Analisis perbedaan otonomi pada tingkat provinsi dan kabupaten.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
* Pemerintahan Daerah Provinsi terdiri atas Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD Provinsi.
* Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kotaterdiri atas Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan DPRDKabupaten/Kota
      Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.
      Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah. Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
      Sekretariat daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD mempunyai tugas:
a)      Menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD
b)      Menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD
c)      Mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD
d)     Menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
      Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Kepala dinas daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah. Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah. Kepala badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah tersebut bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.
      Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota.

7)    Analisis prinsip-prinsip pembiayaan pemerintah daerah.
Struktur pembiayaan daerah mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut.
1.      Pembiayaan dirinci menurut Kelompok, Jenis dan Obyek Pembiayaan.
2.      Kelompok Pembiayaan terdiri atas: Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah.
3.      Kelompok Pembiayaan dirinci lebih lanjut ke dalam Jenis Pembiayaan. Misalnya Kelompok Pembiayaan Penerimaan Daerah dirinci lebih lanjut ke dalam jenis pembiayaan antara lain berupa: sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, transfer dari dana cadangan, penerimaan pinjaman dan obligasi dan penjualan aset Daerah yang dipisahkan.
4.      Jenis Pembiayaan dirinci lebih lanjut ke dalam Obyek Pembiayaan. Misal Jenis Pembiayaan: penerimaan pinjaman dan obligasi dirinci lebih lanjut dalam obyek pembiayaan antara lain berupa: pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.

8)    Analisis sumber-sumber potensial pendapatan daerah.
Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu (UU.No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah), pendapatan daerah berasal dari penerimaan dari dana perimbangan pusat dan daerah, juga yang berasal daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli daerah serta lain-lain pendapatan yang sah.
      Perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah adalah sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. (UU.No 32 Tahun 2004).
      Pengeritan pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
      Menurut Nurcholis (2007:182), pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperopleh daerah dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-lain yang sah.
      Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendapatan asli daerah adalah semua penerimaan keuangan suatu daerah, dimana penerimaan keuangan itu bersumber dari potensi-potensi yang ada di daerah tersebut misalnya pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain, serta penerimaan keuangan tersebut diatur oleh peraturan daerah.
Adapun sumber-sumber pendapatan asli  menurut Undang-Undang RI No.32 Tahun 2004 yaitu :
1)      Pendapatan asli daerah (PAD) yang terdiri dari :
a)      Hasil pajak daerah yaitu Pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik. Pajak daerah sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang hasilnya digunakan untuk pengeluaran umum yang balas jasanya tidak langsung diberikan sedang pelaksanannya bisa dapat dipaksakan.
b)      Hasil retribusi daerah yaitu pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah bersangkutan. Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat yaitu pelaksanaannya bersifat ekonomis, ada imbalan langsung walau harus memenuhi persyaratan-persyaratan formil dan materiil, tetapi ada alternatif untuk mau tidak membayar, merupakan pungutan yang sifatnya budgetetairnya tidak menonjol, dalam hal-hal tertentu retribusi daerah adalah pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat.
c)      Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan,sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan dareah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan kemamfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian daerah.
d)     Lain-lain pendapatan daerah yang sah ialah pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusli daerah, pendapatan dinas-dinas. Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat yang pembuka bagi pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi dalam kegitan tersebut bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan suatu kebijakan daerah disuatu bidang tertentu.
2)      Dana perimbangan diperoleh melalui bagian pendapatan daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan baik dari pedesaan, perkotaan, pertambangan sumber daya alam dan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.
1)      Lain-lain pendapatan daerah yang sah adalah pendapatan daerah dari sumber lain misalnya sumbangan pihak ketiga kepada daerah yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

 
1)    Analisis sumber pendapatan daerah yang berasal dari pinjaman.
Konsep dasar pinjaman daerah dalam PP 54/2005 dan PP 30/2011 pada prinsipnya diturunkan dari UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, untuk memberikan alternatif sumber pembiayaan bagi pemerintah daerah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, maka pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman. Namun demikian, mengingat pinjaman memiliki berbagai risiko seperti risiko kesinambungan fiskal, risiko tingkat bunga, risiko pembiayaan kembali, risiko kurs, dan risiko operasional, maka Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal nasional menetapkan batas-batas dan rambu-rambu pinjaman daerah.
      Selain itu, dalam UU 17/2003 tentang Keuangan Negara bab V mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, serta Pemerintah/Lembaga Asing disebutkan bahwa selain mengalokasikan Dana Perimbangan kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah. Dengan demikian, pinjaman daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Beberapa prinsip dasar dari pinjaman daerah di antaranya sebagai berikut:
1)      Pemerintah Daerah dapat melakukan Pinjaman Daerah.
2)      Pinjaman Daerah harus merupakan inisiatif Pemerintah Daerah dalam rangka melaksanakan kewenangan Pemerintah Daerah.
3)      Pinjaman daerah merupakan alternatif sumber pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan, dan/atau kekurangan kas.
4)      Pemerintah Daerah dilarang melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri.
5)      Pemerintah Daerah tidak dapat memberikan jaminan terhadap pinjaman pihak lain.
6)      Pinjaman Daerah dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara pemberi pinjaman dan Pemerintah Daerah sebagai penerima pinjaman yang dituangkan dalam perjanjian pinjaman.
7)      Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah tidak boleh dijadikan jaminan pinjaman daerah.
8)      Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.
9)      Seluruh penerimaan dan pengeluaran dalam rangka Pinjaman Daerah dicantumkan dalam APBD.

Persyaratan umum bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan pinjaman adalah sebagai berikut:
      Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. Penerimaan umum APBD tahun sebelumnya adalah seluruh penerimaan APBD tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang kegunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu.
      Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah. Nilai rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (Debt Service Coverage Ratio/DSCR) paling sedikit 2,5 (dua koma lima). DSCR dihitung dengan rumus sebagai berikut:    
DSCR = (PAD + (DBH - DBHDR) + DAU) – BW ≥ 2,5
Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain  
      Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah harus tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah.
      Khusus untuk Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib mendapatkan persetujuan dari DPRD.
Pinjaman Daerah bersumber dari:
1)      Pemerintah Pusat, berasal dari APBN termasuk dana investasi Pemerintah, penerusan Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penerusan Pinjaman Luar Negeri.
2)      Pemerintah Daerah lain.
3)      Lembaga Keuangan Bank, yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4)      Lembaga Keuangan Bukan Bank, yaitu lembaga pembiayaan yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masyarakat, berupa Obligasi Daerah yang diterbitkan melalui penawaran umum kepada masyarakat di pasar modal dalam negeri.


SUMBER :
  1. http://vithatweet.blogspot.com/2013/05/distribusi-pendapatan-nasional-dan.html
  2. http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2014/06/21/ketimpangan-distribusi-pendapatan-penduduk-dan-produktivitas-di-indonesia-659829.html
  3. http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2014/06/21/ketimpangan-distribusi-pendapatan-penduduk-dan-produktivitas-di-indonesia-659829.html
  4. http://dedysuarjaya.blogspot.com/2010/09/distribusi-pendapatan.html
  5. http://nugroho-sbm.blogspot.com/2012/11/penyebab-ketimpangan-distribusi.html
  6. http://otonomidaerah.com/pelaksanaan-otonomi-daerah/
  7. https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20100330061203AAH60ua
  8. http://wilytjeme.blogspot.com/2012/10/manajemen-pembiayaan-daerah.html
  9. http://sonnylazio.blogspot.com/2012/06/pengertian-dan-sumber-sumber-pendapatan.html
  10. http://sonnylazio.blogspot.com/2012/06/pengertian-dan-sumber-sumber-pendapatan.html

 

Khayuata Home Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review