PEMBAHASAN
1) Analisis kemiskinan dengan menggunakan indek serta
pendekatan distribusi pendapatan.
Kemiskinanan
merupakan masalah yang hampir setiap negara di dunia mengalaminya. Kemiskinan
pun menjadi suatu masalah yang sulit diatasi oleh negara-negara berkembang. BAPPENAS
(1993) mendefisnisikan kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan yang terjadi
bukan karena kehendak oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat
dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Levitan (1980) mengemukakan
kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang
dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak.
Kemiskinan
memiliki beberapa pemahaman utama, yaitu:
- Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
- Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
- Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Distribusi pendapatan adalah yang lebih
luas dibandingkan kemiskinan karena cakupannya tidak hanya menganalisa populasi
yang berada dibawah garis kemiskinan. Kebanyakan dari ukuran dan indikator yang
mengukur tingkat distribusi pendapatan tidak tergantung pada rata-rata
distribusi, dan karenanya membuat ukuran distribusi pendapatan dipertimbangkan
lemah dalam menggambarkan tingkat kesejahteraan.
Ada
dua indikator yang dapat digunakan untuk mengukur distribusi pendapatan suatu
negara yaitu :
1) Koefisien
Gini (Gini Ratio)
Koefisien
gini adalah analisis yang digunakan untuk mengukur distribusi pendapatan
masyarakat pada suatu daerah atau negara pada suatu periode. Atau juga bisa
diartikan sebagai rasio (perbandingan) antara luas bidang yang diarsir dengan
luas segitiga OPE. Koefisien Gini biasanya diperlihatkan oleh kurva yang
disebut Kurva Lorenz.
2) Kriteria
Bank Dunia
Selain
koefisien gini, dalam menilai pendapatan nasional dapat menggunakan kriteria
yang ditetapkan oleh Bank Dunia. Bank Dunia mengukur ketimpangan distribusi
pendapatan suatu negara dengan melihat besarnya kontribusi 40% penduduk
termiskin terhadap pendapatan atau pengeluaran nasional.
Berikut
adalah table Indeks Gini Tahun 2005 – 2013.
Jadi, analisa tabel diatas dapat di simpulkan
bahwa di Indonesia rata-rata mengalami kenaikan pada indeks gini dari tahun
2005-2013 yang artinya pendistribusian pendapatan di Indonesia memburuk mulai
dari 2005 -2013 atau tidak merata ke semua wilayah di Indonesia sehingga
mengakibatkan ke timpangan pendapatan di setiap daerah.
Contohnya seperti kota jakarta pada tahun
2005 kota jakarta mempunyai indeks gini sebesar 0,269, lalu pada tahun 2010
indeks gini sebesar 0,360 dan tahun 2013
naik sebesar 0,433. Dapat kita lihat bahwa kota jakarta mempunyai indeks gini
yang tiap tahunnya bertambah naik dan kenyataanyapun banyak daerah-daerah di
jakarta yang tumbuh dengan pesat di pusat kota dan ada juga daerah-daerah di
jakarta yang menjadi slum area di pinggiran ibu kota. Sehinga ketimpangan
sosial maupun ekonomi di kota jakarta itu sendiri semakin jelas terlihat.
2)
Analisis
distribusi fungsional.
Teori
distribusi pendapatan fungsional ini pada dasarnya mempersoalkan persentase
pendapatan tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai unit-unit usaha atau
faktor produksi yang terpisah secara individual, dan membandingkannya dengan
persentase pendapatan total yang dibagikan dalam bentuk sewa, bunga, dan laba
(masing-masing merupakan perolehan dari tanah, modal uang, dan modal fisik).
Berikut
adalah kurva distribusi pendapatan fungsional.
Jadi, analisis dari Kurva diatas yaitu
kurva permintaan dan penawaran sebagai sesuatu yang menentukan harga per satuan
(unit) dari masing-masing faktor produksi.
Apabila harga-harga unit faktor produksi tersebut dikalikan dengan
kuantitas faktor produksi yang digunakan bersumber dari asumsi utilitas
(pendayagunaan) faktor produksi secara efisien (sehingga biayanya berada pada
taraf minimum), maka kita bisa menghitung total pembayaran atau pendapatan yang
diterima oleh setiap faktor produksi tersebut.
Sebagai contoh, penawaran dan permintaan terhadap tenaga kerja dianggap
akan menentukan tingkat upah. Kemudian, jika upah ini dikalikan dengan seluruh
tenaga kerja yang tersedia di pasar, maka akan didapat jumlah keseluruhan
pembayaran upah, yang terkadang disebut dengan total pengeluaran upah (total
wage bill).
3)
Analisis kebijakan distribusi pendapatan.
Distribusi
pendapatan adalah suatu keadaan yang mencerminkan merata atau timpangnya
pembagian hasil suatu negara di kalangan penduduknya. Para ekonom pada umumnya
membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan. Keduanya digunakan untuk
tujuan analisis dan kuantitatif tentang keadilan distribusi pendapatan. Kedua
ukuran tersebut adalah distribusi pendapatan ukuran dan fungsional. Distribusi
fungsional sudah dibahas pada no 2. Distribusi pendapatan ukuran adalah besar
atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing masing orang. Ukuran ini
menghitung jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap individu tanpa melihat
sumbernya.
Ada tiga alat ukur tingkat ketimpungan
pendapatan dengan bantuan distribusi ukuran, yakni Rasio Kuznets, Kurva Lorenz,
dan Koefisien Gini.
a. Rasio
Kuznets
Rasio
ini sering dipakai sebagai ukuran tingkat ketimpangan antara dua kelompok
ekstrem (sangat miskin dan sangat kaya) di suatu negara
b. Kurva
Lorenz
Kurva
Lorenz menunjukkan hubungan kuantitatif aktual antara presentase penerimaan
pendapatan dengan presentase pendapatan total yang benar benar mereka terima.
Ket. Kurva:
•
Sumbu Horizontal menunjukkan jumlah penerima
pendapatan dalam presentase kumulatif
•
Sumbu Vertikal menunjukkan pangsa pendapatan
yang diterima oleh masing masing presentase
jumlah penduduk
•
Semakin jauh Kurva Lorenz dari garis diagonal
(garis kemerataan), maka semakin tinggi pula
Derajat ketidak merataan yang ditunjukkan.
Begitu juga sebaliknya.
c. Koefisien
Gini
Koefisien Gini adalah suatu ukuran singkat
mengenai ketidakmerataan distribusi pendapatan dalam suatu negara. Gini
diperoleh dari menghitung luas daerah antara garis diagonal (kemerataan
sempurna) dengan kurva Lorenz dibanding dengan luas total dari separuh bujur
sangkar dimana kurva lorenz itu berada.
G1 = Perkiraan nilai G
Xk = Kumulatif proporsi populasi
Yk* = Kumulatif
proporsi income / pendapatan
*Yk diurutkan dari
kecil ke besar
Tabel
Distribusi Ukuran Pendapatan Perorangan di Satu Negara Berdasarkan Pangsa
Pendapatan – Kuintil dan Desil
Individu
|
Pendapatan/orang
(unit uang)
|
Pangsa (%)
Kuintil
|
Pangsa (%)
Desil
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
|
0,8
1,0
1,4
1,8
1,9
2,0
2,4
2,7
2,8
3,0
3,4
3,8
4,2
4,8
5,9
7,1
10,5
12,0
13,5
15,0
|
5
9
13
22
51
|
1,8
3,2
3,9
5,1
5,8
7,2
9,0
13,0
22,5
28,5
|
Total (pendapatan nasional) 100
|
100
|
100
|
|
Catatan: Ukuran ketimpangan
= jumlah pendapatan dari 40 persen rumah tangga termiskin dibagi dengan
jumlah pendapatan dari 20 persen rumah tangga terkaya = 14/51 = 0,28.
|
Dalam
tabel tersebut, semua penduduk negara tersebut diwakili oleh 20 individu (atau
lebih tepatnya rumah tangga). Kedua puluh rumah tangga tersebut kemudian
diurutkan berdasarkan jumlah pendapatannya per tahun dari yang terendah (0,8
unit), hingga yang tertinggi (15 unit). Adapun pendapatan total atau pendapatan
nasional yang merupakan penjumlahan dari pendapatan semua individu adalah 100
unit, seperti tampak pada kolom 2 dalam tabel tersebut. Dalam kolom 3, segenap
rumah tangga digolong-golongkan menjadi 5 kelompok yang masing-masing terdiri
dari 4 individu atau rumah tangga. Kuintil pertama menunjukkan 20 persen
populasi terbawah pada skala pendapatan. Kelompok ini hanya menerima 5 persen
(dalam hal ini adalah 5 unit uang) dari pendapatan nasional total. Kelompok
kedua (individu 5-8) menerima 9 persen dari pendapatan total. Dengan kata lain,
40 persen populasi terendah (kuintil 1 dan 2) hanya menerima 14 persen dari
pendapatan total, sedangkan 20 persen teratas (kuintil ke lima) dari populasi
menerima 51 persen dari pendapatan total.
4)
Analisis fakta kemiskinan menggunakan data dan telaah
kebijakan.
Jadi,
grafik di atas menunjukan bahawa Negara Indonesia mengalami penurunan angka
kemiskinan yang signifikan tiap tahun nya. walaupun, pada tahun 1998 indonesia
mengalami lonjakan angka kemiskinan yang tinggi yaitu mencapai 24,23 %. Lalu
setelah tahun 1998, Indonesia baru mengalami penurunan sedikit demi sedikit dan
sempat naik di angka 17,75 pada tahun 2006. Namun kenaikan tersebut dan menurun
dari tahun 2007 sampai 2013 yang berakhir pada posisi 11,37 %. Penurunan ini
disebabkan karena perekonomian Indonesia yang mulai membaik setelah zaman
reformasi. Lalu semakin canggihnya teknologi dan kemajuan kualiatas SDA juga
menyebabkan kemiskinan di Indonesia menurun.
2)
Analisis pembagian daerah, otonomi, serta hubungan
antara keduanya.
Pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia sudah diselenggarakan lebih dari satu dasawarsa. Otonomi daerah untuk pertama
kalinya mulai diberlakukan di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah yang hingga saat ini telah mengalami beberapa
kali perubahan. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tersebut telah
mengakibatkan perubahan dalam sistem pemerintahan di Indonesia yang kemudian
juga membawa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat di berbagai bidang.
Secara konseptual, pelaksanaan otonomi
daerah di Indonesia dilandasi oleh tiga tujuan utama yaitu :
1) Tujuan politik
Tujuan
politik dalam pelaksanaan otonomi daerah diantaranya adalah upaya untuk
mewujudkan demokratisasi politik melalui partai politik dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
2) Tujuan administratif
Tujuan
administratif yang ingin dicapai melalui pelaksanaan otonomi daerah adalah
adanya pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan daerah, termasuk sumber
kuangan, serta pembaharuan manajemen birokrasi pemerintahan di daerah.
3) Tujuan ekonomi.
Tujuan
ekonomi yang ingin dicapai dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah
terwujudnya peningkatan Indeks pembangunan manusia sebagai indikator
peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Dalam konsep otonomi daerah, pemerintah
dan masyarakat di suatu daerah memiliki peranan yang penting dalam peningkatan
kualitas pembangunan di daerahnya masing-masing. Faktor-faktor penting untuk
mewujudkan tujuan pelaksanaan otonomi daerah yang perlu diperhatikan, antara
lain :
- Faktor manusia yang meliputi kepala daerah beserta jajaran dan pegawai, seluruh anggota lembaga legislatif dan partisipasi masyarakatnya.
- Faktor keuangan daerah, baik itu dana perimbangan dan pendapatan asli daerah, yang akan mendukung pelaksanaan pogram dan kegiatan pembangunan daerah.
- Faktor manajemen organisasi atau birokrasi yang ditata secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan pengembangan daerah.
Jadi, hubungan otonomi dan pembagian
daerah adalah suatu daerah dapat mempunyai batasan wilayah sendiri dan otonomilah
yang berfungsi sebagai landasan untuk bisa mengatur daerahnya sendiri atau
mengelola daerahnya berserta sumber dayanya sendiri dan mandiri. Sehinga daerah
tersebut dapat menghasikan pendapatannya sendiri.
6)
Analisis perbedaan otonomi pada tingkat provinsi dan
kabupaten.
Pemerintahan
Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan
DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD
1945.
* Pemerintahan Daerah
Provinsi terdiri atas Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD Provinsi.
* Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kotaterdiri atas Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan
DPRDKabupaten/Kota
Dasar utama penyusunan perangkat daerah
dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu
ditangani. Namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan
harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat
daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan, kebutuhan
daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis
dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan
kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan
ditangani, sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan
organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama
atau seragam.
Perangkat daerah provinsi terdiri atas
sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.
Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat
DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. Susunan
organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan
faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Sekretariat daerah dipimpin oleh
Sekretaris Daerah. Sekretaris daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu
kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan
lembaga teknis daerah. Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD.
Sekretaris DPRD mempunyai tugas:
a)
Menyelenggarakan
administrasi kesekretariatan DPRD
b)
Menyelenggarakan
administrasi keuangan DPRD
c)
Mendukung
pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD
d)
Menyediakan
dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan
fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Dinas daerah merupakan unsur pelaksana
otonomi daerah. Kepala dinas daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah
melalui Sekretaris Daerah. Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung
tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang
bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah. Kepala
badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah tersebut bertanggung jawab kepada
kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.
Kecamatan dibentuk di wilayah
kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kecamatan
dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan
sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi
daerah. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda berpedoman pada
Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh lurah yang dalam pelaksanaan
tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota.
7)
Analisis prinsip-prinsip pembiayaan pemerintah daerah.
Struktur
pembiayaan daerah mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut.
1. Pembiayaan
dirinci menurut Kelompok, Jenis dan Obyek Pembiayaan.
2. Kelompok
Pembiayaan terdiri atas: Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah.
3. Kelompok
Pembiayaan dirinci lebih lanjut ke dalam Jenis Pembiayaan. Misalnya Kelompok Pembiayaan
Penerimaan Daerah dirinci lebih lanjut ke dalam jenis pembiayaan antara lain
berupa: sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, transfer dari dana
cadangan, penerimaan pinjaman dan obligasi dan penjualan aset Daerah yang dipisahkan.
4. Jenis
Pembiayaan dirinci lebih lanjut ke dalam Obyek Pembiayaan. Misal Jenis Pembiayaan: penerimaan
pinjaman dan obligasi dirinci lebih lanjut dalam obyek pembiayaan antara lain
berupa: pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.
8)
Analisis sumber-sumber potensial pendapatan daerah.
Pendapatan
daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih dalam periode anggaran tertentu (UU.No 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah), pendapatan daerah berasal dari penerimaan dari dana
perimbangan pusat dan daerah, juga yang berasal daerah itu sendiri yaitu
pendapatan asli daerah serta lain-lain pendapatan yang sah.
Perimbangan keuangan pemerintah pusat dan
daerah adalah sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis,
transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan
desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah
serta besaran penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. (UU.No 32
Tahun 2004).
Pengeritan pendapatan asli daerah menurut
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari
wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Menurut Nurcholis (2007:182), pendapatan
asli daerah adalah pendapatan yang diperopleh daerah dari penerimaan pajak
daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-lain yang sah.
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat
disimpulkan bahwa pendapatan asli daerah adalah semua penerimaan keuangan suatu
daerah, dimana penerimaan keuangan itu bersumber dari potensi-potensi yang ada
di daerah tersebut misalnya pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain, serta
penerimaan keuangan tersebut diatur oleh peraturan daerah.
Adapun
sumber-sumber pendapatan asli menurut
Undang-Undang RI No.32 Tahun 2004 yaitu :
1) Pendapatan
asli daerah (PAD) yang terdiri dari :
a) Hasil
pajak daerah yaitu Pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan
rumah tangganya sebagai badan hukum publik. Pajak daerah sebagai pungutan yang
dilakukan pemerintah daerah yang hasilnya digunakan untuk pengeluaran umum yang
balas jasanya tidak langsung diberikan sedang pelaksanannya bisa dapat
dipaksakan.
b) Hasil
retribusi daerah yaitu pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan daerah
sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau karena memperoleh
jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah bersangkutan. Retribusi
daerah mempunyai sifat-sifat yaitu pelaksanaannya bersifat ekonomis, ada
imbalan langsung walau harus memenuhi persyaratan-persyaratan formil dan
materiil, tetapi ada alternatif untuk mau tidak membayar, merupakan pungutan
yang sifatnya budgetetairnya tidak menonjol, dalam hal-hal tertentu retribusi
daerah adalah pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah
untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat.
c) Hasil
perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan
bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk
anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang
dipisahkan,sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan
dareah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah,
memberi jasa, menyelenggarakan kemamfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian
daerah.
d) Lain-lain
pendapatan daerah yang sah ialah pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk
dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusli daerah, pendapatan dinas-dinas.
Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat yang pembuka bagi pemerintah
daerah untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi dalam
kegitan tersebut bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan suatu
kebijakan daerah disuatu bidang tertentu.
2) Dana
perimbangan diperoleh melalui bagian pendapatan daerah dari penerimaan pajak
bumi dan bangunan baik dari pedesaan, perkotaan, pertambangan sumber daya alam
dan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Dana perimbangan terdiri
atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.
1) Lain-lain
pendapatan daerah yang sah adalah pendapatan daerah dari sumber lain misalnya
sumbangan pihak ketiga kepada daerah yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan yang berlaku.
1)
Analisis sumber pendapatan daerah yang berasal dari
pinjaman.
Konsep
dasar pinjaman daerah dalam PP 54/2005 dan PP 30/2011 pada prinsipnya
diturunkan dari UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa dalam rangka
pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, untuk memberikan
alternatif sumber pembiayaan bagi pemerintah daerah untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, maka
pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman. Namun demikian, mengingat pinjaman
memiliki berbagai risiko seperti risiko kesinambungan fiskal, risiko tingkat
bunga, risiko pembiayaan kembali, risiko kurs, dan risiko operasional, maka
Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal nasional menetapkan batas-batas dan
rambu-rambu pinjaman daerah.
Selain itu, dalam UU 17/2003 tentang
Keuangan Negara bab V mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Bank Sentral, Pemerintah Daerah, serta Pemerintah/Lembaga Asing disebutkan
bahwa selain mengalokasikan Dana Perimbangan kepada Pemerintah Daerah,
Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah
Daerah. Dengan demikian, pinjaman daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Beberapa prinsip dasar
dari pinjaman daerah di antaranya sebagai berikut:
1) Pemerintah
Daerah dapat melakukan Pinjaman Daerah.
2) Pinjaman
Daerah harus merupakan inisiatif Pemerintah Daerah dalam rangka melaksanakan
kewenangan Pemerintah Daerah.
3) Pinjaman
daerah merupakan alternatif sumber pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup
defisit APBD, pengeluaran pembiayaan, dan/atau kekurangan kas.
4) Pemerintah
Daerah dilarang melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri.
5) Pemerintah
Daerah tidak dapat memberikan jaminan terhadap pinjaman pihak lain.
6) Pinjaman
Daerah dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara pemberi pinjaman dan
Pemerintah Daerah sebagai penerima pinjaman yang dituangkan dalam perjanjian
pinjaman.
7) Pendapatan
daerah dan/atau barang milik daerah tidak boleh dijadikan jaminan pinjaman
daerah.
8) Proyek
yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik daerah yang melekat
dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.
9) Seluruh
penerimaan dan pengeluaran dalam rangka Pinjaman Daerah dicantumkan dalam APBD.
Persyaratan
umum bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan pinjaman adalah sebagai berikut:
Jumlah
sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi
75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun
sebelumnya. Penerimaan umum APBD tahun sebelumnya adalah seluruh penerimaan
APBD tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, dana pinjaman lama, dan
penerimaan lain yang kegunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu.
Memenuhi
ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang
ditetapkan oleh Pemerintah. Nilai rasio kemampuan keuangan daerah untuk
mengembalikan pinjaman (Debt Service Coverage Ratio/DSCR) paling sedikit 2,5
(dua koma lima). DSCR dihitung dengan rumus sebagai berikut:
DSCR = (PAD + (DBH -
DBHDR) + DAU) – BW ≥ 2,5
Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya
Lain
Dalam
hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah harus
tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari
Pemerintah.
Khusus
untuk Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib mendapatkan persetujuan
dari DPRD.
Pinjaman Daerah
bersumber dari:
1) Pemerintah
Pusat, berasal dari APBN termasuk dana investasi Pemerintah, penerusan Pinjaman
Dalam Negeri, dan/atau penerusan Pinjaman Luar Negeri.
2) Pemerintah
Daerah lain.
3) Lembaga
Keuangan Bank, yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4) Lembaga
Keuangan Bukan Bank, yaitu lembaga pembiayaan yang berbadan hukum Indonesia dan
mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masyarakat, berupa
Obligasi Daerah yang diterbitkan melalui penawaran umum kepada masyarakat di
pasar modal dalam negeri.
SUMBER :
- http://vithatweet.blogspot.com/2013/05/distribusi-pendapatan-nasional-dan.html
- http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2014/06/21/ketimpangan-distribusi-pendapatan-penduduk-dan-produktivitas-di-indonesia-659829.html
- http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2014/06/21/ketimpangan-distribusi-pendapatan-penduduk-dan-produktivitas-di-indonesia-659829.html
- http://dedysuarjaya.blogspot.com/2010/09/distribusi-pendapatan.html
- http://nugroho-sbm.blogspot.com/2012/11/penyebab-ketimpangan-distribusi.html
- http://otonomidaerah.com/pelaksanaan-otonomi-daerah/
- https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20100330061203AAH60ua
- http://wilytjeme.blogspot.com/2012/10/manajemen-pembiayaan-daerah.html
- http://sonnylazio.blogspot.com/2012/06/pengertian-dan-sumber-sumber-pendapatan.html
- http://sonnylazio.blogspot.com/2012/06/pengertian-dan-sumber-sumber-pendapatan.html
0 komentar:
Posting Komentar