Rahasia Dagang
Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/
atau bisnis dimana mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan
usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.
Lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, metode
pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau
bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
Rahasia dagang mendapat perlindungan apabila informasi itu:
·
Bersifat rahasia hanya diketahui oleh pihak tertentu bukan secara umum oleh
masyarakat,
·
Memiliki nilai ekonomi apabila dapat digunakan untuk menjalankan
kegiatan atau usaha yang bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan
ekonomi,
·
Dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya
telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut.
Pemilik rahasia dagang dapat memberikan lisensi bagi pihak lain. Yang
dimaksud dengan lisensi adalah izin yang diberikan kepada pihak lain melalui
suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk
menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberikan perlindungan
pada jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.
Tidak dianggap sebagai pelanggaran rahasia dagang apabila:
·
Mengungkap untuk kepentingan hankam, kesehatan, atau keselamatan
masyarakat,
·
Rekayasa ulang atas produk yang dihasilkan oleh penggunaan rahasia dagan
milik orang lain yang dilakukan semata-mata untuk kepentingan pengembangan
lebih lanjut produk yang bersangkutan.
Rahasia Dagang di Indonesia diatur dalam UU No
30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Perlindungan rahasia dagang berlangsung
otomatis dan masa perlindungan tanpa batas.
Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Pengertian konsumen
sendiri adalah orang yang mengkonsumsi barang atau jasa yang tersedia
dimasyarakat baik untuk digunakan sendiri ataupun oranglain dan tidak untuk
diperdagangkan. Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen
bertujuan untuk, yaitu :
§ Meningkatkan
kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
§ Mengangakat derajat
dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan pemakaian barang atau jasa yang
negatif
§ Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan barang atau jasa dan menuntut
hak-haknya sebagai konsumen
§ Menciptakan sistem
perlindungan yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi
§ Menumbuhkan kesadaran
pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang
jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
Meningkatkan barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi
barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
Dasar
Hukum Perlindungan Konsumen
Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum
yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti,
perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme.
Hukum Perlindungan Konsumen merupakan cabang dari Hukum Ekonomi. Alasannya,
permasalahan yang diatur dalam hukum konsumen berkaitan erat dengan pemenuhan
kebutuhan barang / jasa. Pada tanggal 30 Maret 1999, Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perlindungan
konsumen untuk disahkan oleh pemerintah setelah selama 20 tahun diperjuangkan.
RUU ini sendiri baru disahkan oleh pemerintah pada tanggal 20 april 1999.
C. Penyelesaian Sengketa
1. Sistem Negosiasi
Negosiasi adalah komunikasi dua arah dirancang untuk mencapai kesepakatan pada
saat keduabelah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama atau berbeda.
Keuntungan Negoisasi :
a. Mengetahui pandanga pihak lawan;
b. Kesempatan mengutarakan isi hati untuk didengar piha lawan;
c. Memungkinkan sengketa secara bersama-sama;
d. Mengupayakan solusi terbaik yang dapat diterima oleh keduabelah pihak;
e. Tidak terikat kepada kebenaran fakta atau masalah hukum;
f. Dapat diadakan dan diakhiri sewaktu-waktu.
Kelemahan Negoisasi :
a. Tidak dapat berjalan tanpa adanya kesepakatan dari keduabelah pihak;
b. Tidak efektif jika dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang mengambil kesepakatan;
c. Sulit berjalan apabila posisi para pihak tidak seimbang;
d. Memungkinkan diadakan untuk menunda
penyelesaian untuk mengetahui informasi
yang dirahasiakan lawan;
e. Dapat membuka kekuatan dan kelemahan salahsatu pihak;
f. Dapat membuat kesepakan yang kurang menguntungkan.
Prasyarat Negoisasi yang efektif
a. Kemauan (Willingness) untuk menyelesaikan masalah dan bernegoisasi secara
sukarela;
b. Kesiapan (Preparedness) melakukan negoisasi;
c. Kewenangan (authoritative) mengambil keputusan;
d. Keseimbangan kekuatan (equal bergaining
power) ada sebagai saling ketergantungan;
e. Keterlibatan seluruh pihak (steaholdereship) dukungan seluruh pihak terkait;
f. Holistic (compehenship) pembahasan secara menyeluruh;
g. Masih ada komunikasi antara para pihak;
h. Masih ada rasa percaya dari para pihak
i.
Sengketa
tidak terlalu pelik
j. Tanpa prasangka dan segala komunikasiatau diskusi yang terjadi tidak dapat
digunakan sebagai alat bukti
Tahapan Negoisasi menurut William Ury dibagi menjadi empat tahap yaitu :
A. Tahapan Persiapan :
1) Persiapan sebagai kunci keberhasialan;
2) Mengenal lawan, pelajari sebanyak mungkin pihak lawan dan lakukan
penelitian;
3) Usahakan berfikir dengan cara berfikir lawan dan seolah-olah kepentingan
lawan sama dengan kepentingan anda;
4) Sebaiknya persiapkan pertanyaan-pertanyaan sebelum pertemuan dan ajukan
dalam bahasa yang jelas dan jangan sekali-kali memojokkan atau menyerang pihak
lawan;
5) Memahami kepentingan kita dan kepentingan lawan;
6) Identifikasi masalahnya, apakah masalah tersebut menjadi masalah bersama?
7) Menyiapkan agenda, logistik, ruangan dan konsumsi;
8) Menyiapkan tim dan strategi;
9) Menentukan BTNA (Best Alternative to A Negitieted Agreement) alternative
lain atau harga dasar (Bottom Line)
B. Tahap Orientasi dan Mengatur Posisi :
1) Bertukar Informasi;
2) Saling menjelaskan permasalahan dan kebutuhan;
3) Mengajuakan tawaran awal.
C. Tahap Pemberian Konsensi/ Tawar Menawar
1) Para pihak saling menyampaikan tawaranya, menjelaskan alasanya dan membujuk
pihak lain untuk menerimanya;
2) Dapat menawarkan konsensi, tapi pastikan kita memperoleh sesuatu sebagai
imbalanya;
3) Mencoba memahai pemikiran pihak lawan;
4) Mengidentifikasi kebutuhan bersama;
5) Mengembangkan dan mendiskusiakan opsi-opsi penyelesaian.
D. Tahapan Penutup
1) Mengevaluasi opsi-opsi berdasarkan kriteria obyektif
2) Kesepakatan hanya menguntungkan bila tidak ada lagi opsi lain yang lebih
baik, bila tidak berhasil mencapai kesepakatan, membatalkan komitmen atau
menyatakan tidak ada komitmen
Bentuk dan Teknik Negosiasi
-Negosiasi kompetitif vs Negosiasi kooperatif (G. Williams)
-Negosiasi bertumpu pada posisi (positional based) vs Negosiasi bertumpu pada
kepentingan (interest based) (Fisher dan Ury)
-Negosiasi bersifat keras (hard) vs Negosiasi bersifat lunak (soft) (Fisher dan
Ury)
-Negosiasi bersaing (menang kalah) vs Negosiasi kompromi (Gary Godpaster)
2. Sistem Mediasi
Mediasi adalah cara penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga, yaitu pihak
ketiga yang dapat diterima (accertable) Artinya para pihak yang bersengketa
mengizinkan pihak ketiga untuk membantu para rihak yang bersengketa dan
membantu para pihak untuk mencapai penyenyelesaian. Meskipun demikian septabilitas
tidak berarti- para pihak selalu berkehendak untuk melakukan atau menerima
sepenuhnya apa yang dikemukakan pihak ketiga. Mediasi menurut P.1.6 PerMa No.2
Tahun 2003 : Yaitu suatu penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para
pihak dibantu oleh mediator.
Karakteristik Mediasi :
a. Intervesi mediator dapat diterima kedua belah pihak;
b. Mediator tidak berwenang membuat keputusan, hanya mendengarkan membujuk dan
memberikan inspirasi kepada para pihak.
Mediasi Menurut Hukum Positif : Peraturan Mahkamah Agung RI. No.2 Tahun 2003
Tentang Prosedur Mediasi di pengadilan, konsideranya adalah; untuk mengurangi
penumpukan perkara, merupakan salah satu cara menyelesaikan perkara lebih cepat
dan murah, bersesuian dengan Pasal 130 HIR atau pasal P 153 RBg.
Sifat Mediasi :
a. Wajib (Mandatory) P.2 (1) atas seluruh perkara perdata yang diajukan
kepengadilan Tk.1
b. Hakim mewajibkan para pihak menempuh lebih dahulu proses mediasi;
c. Hakim wajib memunda siadang dan memberikan kesempatan para pihak untuk mediasi;
d. Hakim wajib memberikan penjelasan ttg prosedur mediasi dan biayanya;
e. Apabila para pihak diwakili Penasehat Hukum maka setriap keputusan yang
diambil harus memperoleh persetujuan tertulis dari para pihak;
f. Proses mediasi pada dasarnya tidak bersifat terbuka untu umum, kecuali para
pihak menghendaki lain, sedangkan mediasi untuk kepentingan publik terbuka
untuk umum.
Hak memilih mediator oleh para pihak :
a. Mediator ditunjuk (disepakati) oleh para pihak, dapat dari dalam peradilan
(hakim) yang sudah mendapat sertifikat sebagai mediator, atau pihak dari luar
pengadilan yang sudah bersetrifikat;
b. Jika para pihak dapat sepakat dalam memilih mediator maka ketua majelis
hakim dapat menetapkan menunjuk mediator yang terdaftar dalam PN tersebut;
c. Waktu paling lama satu hari kerja setelah sidang pertama;
d. Ketua atau anggota majelis hakim di larang sebagai mediator
Kewajiban Mediator :
a. Mediator wajib menyusin jadwal mediasi;
b. Mediator wajib mendorong dan menelurusi serta mengali kepentingan para
pihak;
c. Mediator wajib mencari berbagi pilihan penyelesain;
d. Mediator wajib merumuskan kesepakatan secara tertulis;
e. Mediator wajib memuat klausa pencabutan perkara;
f. Mediator wajib memeriksa kesepakan untuk menghindari jika ada klausa yang
bertentangam dengan hukum;
g. Setelah 22 hari melalui mediasi tidak berhasil, maka mediator wajib
menyatakan secara tertulis bagwa mediasi telah gagal dan memberikan
pemberitahuan kepada majelis hakim;
h. Jika mediasi gagal, maka semua fotokopi, notulen, catatan mediator wajib
dimusnahkan
Waktu dan Tempat Mediasi :
a. Paling lama 30 hari, bagi mediator di luar PN dapat di perpanjang;
b. 22 hari setelah ditunjuknya mediator;
c. 7 hari setelah mediator ditunjuk para pihak wajib menyerahkan fotokopi
dokumen perkara (duduk perkara, susrt-surat, dll );
d. Mediasi dapat diselengarakan disalah satu ruangan pengadialan atau tempat
lain yang disepakati para pihak
Hal-hal lain yang perlu di perhatikan :
a. Para pihak dapat di dampingi oleh penasehat hukum;
b. Para pihak wajib menhadap kembali kepada majelis haim yang memeriksa
perkara;
c. Kesepakatan hasil mediasi di tandatangani oleh para pihak dan dapat
dikukuhkan majelis hakim sebagai akta perdamaian;
d. Mediator dapat melakukan kaukus;
e. Mediator dengan kesepakatan para pihak dapat mengundang ahli;
f. Jika mediasi gagal, maka pernyataan dan pengakuan para pihak tidak dapat
digunakan sebagai alat bukti persidangan;
g. Mediator tidak dapat dijadikan saksi di pengadilan;
h. Mediasi di pengadilan tidak di pungut biaya, sedangkan di tempat lain biaya
di bebenkan kepada para pihak;
i. Mediasi oleh hakim tidak dipungut biaya, sedangkan mediator bukan hakim
ditangung oleh para pihak atas kesepakatan.
3. Sistem Arbitrase
Arbitrase sudah lama dikenal. Semula dikenal oleh Inggris dan Amerika pada
tahun 1779 melaui Jay Treaty. Berdasar data ini, perkembangan arbitrase sebagai
salah satu sistem alternatif tempat penyelesaian sengketa, sudah berjalan selam
adua abad.Sekarang semua negara di dunia telah memiliki Undang-undang arbitrase.
Di Indonesia ketentuan arbitrase diatur dalam Buku Ketiga RV. Dengan demikian,
umurnya sudah terlampau tua, karena RV dikodifikasi pada tahun 1884. Oleh
karena itu, aturan yang terdapat didalamnya sudah ketinggalan, jika
dibandingkan dengan perkembangan kebutuhan.
Memang banyak persamaan prinsip antara arbitrase dengan sistem alternatif yang
lain tadi, seperti:
1. sederhana dan cepat (informal dan quick),
2. prinsip konfidensial,
3. diselesaikan oleh pihak ketiga netral yang memiliki pengetahuan khusus secara
profesional.
Namun, demikian, di balik persamaan itu terdapat perbedaan dianggap
fundamental, sehingga dunia bisnis lebih cenderung memiliki mediation,
minitrial atau adjusdication. Perbedaan yang dianggap fundamental, antara lain
dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Masalah biaya, dianggap sangat mahal (expensive). Biaya yang harus
dikeluarkan penyelesaian arbitrase, hampir sama adengan biaya litigasi di
pengadilan. Terdapat beberapa komponen biaya yang harus dikeluarkan, sehingga
terkadang jauh lebih besar biaya dengan apa yang harus dikeluarkan bila perkara
diajukan ke pengadilan. Komponen biaya atrbitrase terdiri dari: (a) Biaya
administrasi (b) Honor arbitrator. (c) Biaya transportasi dan akomodasi
arbitrator (d) Biaya saksi dan ahli. Komponen biaya yang seperti itu, tidak ada
dalam mediasi atau minitrial. Jika pun ada biaya yang harus dikeluarkan, jauh
lebih kecil. Apalagi mediasi, boleh dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
2. Masalah sederhana dan cepat. Memang benar salah satu prinsip pokok
penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah informal procedure and can be
put in motion quickly. Jadi prinsipnya informal dan cepatI. Tetapi kenyataan
yang terjadi adalah lain. Tanpa mengurangi banyaknya sengketa yang diselesaikan
arbitrase dalam jangka waktu 60-90 hari, Namun banyak pula penyelesaian yang
memakan waktu panjang. Bahkan ada yang bertahun-tahun atau puluhan tahun.
Apalagi timbul perbedaan pendapat mengenai penunjukkan arbitrase, Rule yang
disepakati atau hukum yang hendak diterapkan (governing law), membuat proses
penyelesaian bertambah rumit dan panjang.
Kelebihan tersebut antara lain:
1. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak
2. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena prosedural dan
administratif;
3. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai
pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang
disengketakan, jujur dan adil;
4. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya
serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan
5. putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan
melalui tata cara (prosedur) yang sederhana saja ataupun langsung dapat
dilaksanakan.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa penyelesaian sengketa dapat
digolongkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:
1. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan negosiasi, baik yang bersifat
langsung (negtation simplister) maupun dengan penyertaan pihak ketiga (mediasi
dan konsiliasi),
2. Penyelesaian sengketa dengan cara litigasi, baik yang bersifat nasional
maupun internasional.
3. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan arbitrase, baik yang bersifat
ad-hoc yang terlembaga.
Arbitrase secara umum dapat dilakukan dalam penyelesaian sengketa publik maupun
perdata, namun dalam perkembangannya arbitrase lebih banyak dipilih untuk
menyelesaikan sengketa kontraktual (perdata). Sengketa perdata dapat
digolongkan menjadi:
1. Quality arbitration, yang menyangkut permasalahan faktual (question of fact)
yang dengan sendirinya memerlukan para arbiter dengan kualifikasi teknis yang
tinggi.
2. Technical arbitration, yang tidak menyangkut permasalahan faktual,
sebagaimana halnya dengan masalah yang timbul dalam dokumen (construction of
document) atau aplikasi ketentuan-ketentuan kontrak.
3. Mixed arbitration, sengketa mengenai permasalahan faktual dan hukum
(question of fact and law).
Referensi: